Facebook Facebook Facebook Facebook

Teks Teks ' Perjanjian Lama '

Disini Saya Memberikan Penjelasan Tentang Perjanjian Lama :


Teks Mesoret
Teks tulisan tangan Perjanjian Lama kuno yang utuh sekarang ini adalah Kodeks B19 yang saat ini berada di Perpustakaan di St. Petersburg. Teks ini dikenal dengan nama Kodeks Leningradensis, yang juga dikenal dengan nama Kodeks Petropolitanus, ditulis pada tahun 1008 di Kairo dan merupakan teks tulisan tangan terbaik, sehingga para ilmuan Alkitab banyak mengacu kepada teks ini.
Kodeks Leningradensis berasal dari tradisi penulisan teks Alkitab Ibrani yang sangat rumit, yaitu berasal dari para Masoret dari abad ke-8 sampai ke-10 M di Tiberias di pantai danau Genesaret. Oleh karena itu orang menyebut teks yang berasal dari tradisi penulisan ini sebagai teks Masoret. Terdapat dua keluarga Yahudi dalam tradisi penulisan ini, yaitu Ben Asyer dan Ben Naftali. Pada dasarnya huruf-huruf Ibrani adalah konsonan semua. Hal ini juga berlaku kepada teks Perjanjian Lama. Teks Perjanjian Lama yang ditulis dengan huruf konsonan semua disebut teks konsonan. Pembacaan teks konsonan ini didasarkan pada tradisi pembacaan kitab suci yang turun temurun. Kodeks Aleppo, yang merupakan teks konsonan, yang menjadi teks dasar, diberi tanda vokal (vokalisasi) oleh Harun ben Asyer, lalu hasil dari vokalisasi yang dilakukan oleh Harun ben Asyer disalin lagi oleh Samuel ben Yakub. Kodeks Leningradensis yang telah disebutkan di atas adalah hasil salinan yang dikerjakan oleh Samuel ben Yakub.
Yang menjadi pendorong pemberian tanda vokal pada teks konsonan Ibrani yang dilakukan oleh Ben Asyer dan Ben Naftali adalah Sekte Kareer ("Para Pengikut Kitab Suci"), yang pada abad ke-8 berkembang di daerah Babilonia. Sekte ini mengabaikan penafsiran rabi-rabi Yahudi yang didasarkan pada tradisi Talmud, dan mereka lebih mengarahkan pengajaran mereka hanya pada Kitab Suci. Sehingga pada waktu itu berkembang pemikiran, bahwa jika tradisi pembacaan ini terputus dan hilang, maka anak-cucu mereka tidak dapat membaca Kitab Suci lagi serta tidak dapat memahaminya, karena teks Kitab Sucinya adalah berbentuk konsonan. Kebutuhan yang mendesak ini juga dipikirkan oleh para Masoret yang adalah para rabi (bukan berasal dari Sekte Kareer!), sehingga dua keluarga yang telah disebutkan di atas mengerjakan vokalisasi teks konsonan.

Teks Pentateukh Samaritan
Tradisi penyalinan teks kitab suci yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi tersebut di atas yang biasa disebut teks masoret bukanlah satu-satunya tradisi penyalinan teks kitab suci Ibrani. Di samping tradisi penyalinan ini terdapat juga tradisi penyalinan yang dilakukan oleh orang-orang Samaria. Tradisi penyalinan yang dilakukan oleh orang-orang Samaria ini dimulai sejak keterpisahan (skisma) jemaat Yahudi dan Samaria pada tahun yang tidak diketahui lagi, tetapi yang pasti pada zaman setelah pembuangan. Orang-orang Samaria adalah penduduk yang tinggal di wilayah Israel utara setelah pada tahun 722 SM ditaklukkan oleh bangsa Asyur. Mereka adalah campuran antara Israel dan bangsa-bangsa lain yang tinggal di daerah tersebut. Mereka hanya mengakui Pentateukh sebagai Kitab Suci mereka. Teks tulisan tangan yang tertua dari tradisi ini yang masih ada berasal dari abad ke-12 M yang sekarang ini berada di Perpustakaan Universitas Leipzig.

 Teks Qumran

Antara tahun 1947 dan 1956 ditemukan fragmen-fragmen teks Perjanjian Lama dalam bentuk lebih dari 190 gulungan dari dalam 11 gua di Qumran, yang terletak di pantai Laut Mati, yaitu sekitar 15 km sebelah selatan dari kota Yerikho. Dimulai dari ketidak sengajaan pada tahun 1947, yaitu ketika seorang gembala muda dari suku Badui, yang mencoba untuk mencari dombanya yang hilang di sekitar gua-gua di Qumran, dan ketika dia mencoba untuk mencari dombanya di sebuah gua, dia secara tidak sengaja menemukan gulungan-gulungan kitab. Penemuan ini merupakan penemuan pertama gulungan-gulungan kitab Qumran, dan sejak saat itu para arkeolog meneliti di Qumran dan menemukan gulungan-gulungan kitab yang lainnya. Sebagian besar fragmen tersebut berasal dari abad ke-2 SM dan ke-1 SM, namun ada juga sebagian kecil yang berasal dari abad ke-3 SM. Setiap bagian dari kitab-kitab Perjanjian Lama (kecuali kitab Ester) ditemukan di Qumran. (Lihat Naskah Laut Mati) Gambar 1: Qumran

Teks Yunani

Tradisi penerjemahan Alkitab Ibrani ke Yunani juga merupakan sumber yang sangat penting, yang disebut Septuaginta. Nama ini berasal dari bahasa Latin yang berarti "tujuh puluh" dan biasanya disingkat dengan huruf romawi LXX. Legenda tentang Septuaginta ini didasarkan pada Surat Aristeas pada abad ke-1 SM: Demetrius dari Phaleron, ketua Perpustakaan di Alexandria, mengusulkan kepada Raja Ptolemeus II Philadelphus (285-246 SM) untuk memasukkan kitab Taurat Yahudi ke dalam Perpustakaan Alexandria. Untuk melaksanakan proyek ini, maka 72 tua-tua Yahudi (enam dari masing-masing suku Israel/ 6 x 12 = 72), dikirim oleh Imam Besar Eliezer ke Alexandria untuk menerjemahkan kitab Taurat, dan penerjemahan itu memakan waktu selama 72 hari dan hasil dari penerjemahan ini digunakan oleh jemaat Yahudi yang saat itu berada di Diaspora Mesir. Legenda ini didasarkan pada motif mujizat munculnya Septuaginta. Namun dari legenda ini kita dapat memperoleh informasi, bahwa kitab Taurat dalam bahasa Yunani pada awalnya dipergunakan oleh jemaat Yahudi yang berada di Diaspora Mesir yang tidak bisa berbahasa Ibrani lagi, yaitu pada pertengahan abad ke-3 SM. Satu abad setelah itu, yaitu sekitar pertengahan abad ke-2 SM, seluruh Alkitab telah diterjemahkan dalam bahasa Yunani. Hal ini didasarkan pada Prolog kitab Sirakh (sekitar 132 SM), bahwa "Taurat, para Nabi, dan kitab-kitab lain" (mengacu kepada tiga bagian dari kitab Ibrani, yaitu Torah, Nebi'im dan Ketubim) telah diterjemahkan dalam "bahasa lain" (tentunya dalam hal ini bahasa Yunani).
Tradisi Septuaginta sangat berbeda dengan tradisi Masoret, baik dari sisi bahasa maupun teksnya. Nampaknya teks Ibrani yang digunakan oleh para penerjemah adalah teks yang berbeda dengan teks dari tradisi Masoret. Hal ini didasarkan pada bukti: bahwa (1) Septuaginta memuat beberapa kitab di luar kitab Ibrani, (2) bahwa kitab Daniel dan Ester di Septuaginta lebih panjang dari versi kitab Ibrani, dan juga kitab Yeremia versi Septuaginta lebih pendek dari versi kitab Ibrani, secara khusus perbedaan bentuk teks antara teks Ibrani yang digunakan oleh Septuaginta dan teks Ibrani Masoret akan nampak jika kita membandingkannya secara mendetail dari kitab Daniel.
Pada awalnya tradisi Septuaginta menjadi teks yang sangat penting bagi orang Yahudi pada waktu itu. Namun setelah konsili Yamnia (sekitar 95 M) tradisi ini menduduki peranan yang tidak penting lagi. Hal ini mungkin karena teks Septuaginta menjadi pegangan penting bagi orang Kristen mula-mula, dan teks ini mendapat tandingan dari terjemahan Yunani yang baru, yaitu Aquila (130 M), Theodotion (abad ke-2 M) dan Symmakus (abad ke-3 M). Namun tradisi ini mendapat tempat yang sangat penting dalam tradisi Kristen. Kemudian Septuaginta direvisi oleh para ahli Kristen:
  1. oleh Origenes (antara 232-254 di Kaisarea dalam edisi teks kritik Septuaginta),
  2. oleh Uskup Mesir Hesikhius (meninggal sekitar 310),
  3. oleh Tua-Tua Lukian di Antiokhia (meninggal sekitar 311).
Menurut keterangan Hieronimus, orang Kristen di Alexandria dan Mesir menggunakan Septuaginta versi Hesikhius; sedangkan orang Kristen di Konstantinopel sampai Antiokhia menggunakan Septuaginta versi Lukian Sang Martir; dan di samping itu orang Kristen di Palestina menggunakan Septuaginta versi Origenes.
Kemudian berdasarkan Septuaginta diterjemahan Alkitab Perjanjian Lama dalam beberapa bahasa lain, yaitu pada abad ke-3 M ke dalam bahasa Koptik, salah satu dialek bahasa Mesir; lalu pada abad ke-4 M ke dalam bahasa Ethiopia; di samping itu pada abad ke-4 M ke dalam bahasa Gotik oleh Uskup Gotik Ulfias. Berdasarkan versi Origenes Alkitab Perjanjian Lama diterjemahkan ke dalam bahasa Armenia pada sekitar tahun 440 M.

 Targum

Ketika bahasa Ibrani bukan lagi menjadi bahasa pengantar di Palestina, banyak orang yang tidak mengerti isi kitab suci, karena kitab suci tertulis dalam bahasa Ibrani. Oleh karena itu diambil inisiatif, bahwa dalam ibadah di Sinagoga, setelah dibacakannya kitab suci dalam bahasa Ibrani, teks Ibrani tersebut diterjemahkan (dalam tradisi lisan) ke dalam bahasa Aram. Terjemahan kitab suci ke dalam bahasa Aram dalam tradisi lisan tersebut (targum, jamak: targumim) baru mulai sekitar tahun 300 M ditulis oleh ahli-ahli kitab suci. Oleh karena itu banyak terjadi kesalahan penerjemahan dan ketidak-tentuan, karena penerjemahannya sendiri lebih berdasarkan interpretasi. Namun di sisi lain, dalam kritik teks, Targum kadang juga menjadi penting untuk diperhatikan, karena dia merupakan terjemahan dari teks yang lebih tua dari teks Masoret. Terdapat dua Targum yang terkenal dan penting, yaitu Targum Palestina dan Targum Babilonia

0 komentar:

Posting Komentar